Rumah adat Sumba memiliki menara (joglo) yang tingginya berimbang dengan besar rumahnya. Tidak memiliki jendela, hanya memiliki dua pintu, yaitu pintu depan dan pintu belakang, meskipun tidak memiliki jendela rumah ini pada siang hari tidak terasa panas karena di sekeliling bangunan ini terdapat sirkulasi udara yaitu dari celah dinding bambu atau papan dan juga dari lantainya yang terbuat dari bambu.
Rumah adat ini memiliki 3 bagian yaitu bagian bawah rumah, bagian tengah, dan bagian atas rumah. Yang mencerminkan symbol alam dalam pandangan suku sumba yakni:
§
Alam
bawah sebagai tempat para arwwah
§
Alam
tengah sebagai tempat bagi manusia
§
Alam
atas sebagai tempat para dewa
Dengan demikian rumah
bukan hanya sebagai tempat kediamanmelainkan juga tempat kebaktiandan dan
tempat persekutuan social serta ekonomi.Menurut mitos Sumba kuno, ketika rumah leluhur pertama dibangun pada bola langit kedelapan / muka bumi ini, atap ditutupi oleh rambut manusia asli yang diambil saat berburu kepala atau peperangan antar suku. Dijaman sekarang daun kelapa dan ilalang disimboliskan menggantikan rambut manusia tersebut. pada rumah adat ini tidak sembarangan orang bisa masuk, hanya oleh orang-orang tertentu saja, yaitu pemilik/tua-tua adat. Orang lain dapat masuk jika sudah di izinkan oleh pemilik rumah atau para tua-tua adat.
Rumah adat khas Sumba hingga kini masih terjaga keasliannya.
Rumah-rumah menara beratap ilalang ini bisa kita jumpai di desa-desa adat,
seperti desa Wunga, desa Lai ngatang, desa kawangu, desa Watu mbaka, desa Prai
yawang, desa uma bara atau Pawu, desa Tambahak, desa kali uda, desa Wundut,
desa, Prai kalitu, desa Ramba ngaru, desa prai bakul, dan Prailiu.
Setiap desa ini memiliki adat-istiadatnya
masing-masing.
Pulau Sumba terletak di selatan Indonesia,
tepatnya di provinsi Nusa Tenggara Timur
Konstuksi rumah adat ini terbagi atas :
1. 1.
Kolong Rumah
1. 2.
Badan Rumah (Nataun )
Badan rumah (natauna). Di
beranda depan terletak serambi tempat bersantai. Terdapat tiang utama (soko guru),
yakni kambaniru uratu, tiang tempat menancapkan tombak kearamat bila melakukan
upacara keagamaan. Disebut juga tiang ramal nasib manusia. Diukir dengan bagus,
merupakan simbol hubungan vertikal antara manusia dan marapu sebagai pengantara
Tuhan.
Tiga tiang lain simbol hubungan horizontal pribadi manusia dengan sesama dalam interaksi sosial dengan pembagian :
Tiga tiang lain simbol hubungan horizontal pribadi manusia dengan sesama dalam interaksi sosial dengan pembagian :
·
tiang payanu, simbol norma kepercayaan, norma
susila, adat sopan santun, serta norma hukum.
·
tiang matayaku, mengandung makna,
pemerataan dalam keadilan.
·
tiang matangu uhu wei panni manu,
simbol kesejahteraan di bidang pertanian dan peternakan.
Kekuatan bangunan
ini terletak pada ke 4 tiang tersebut, di sekitar ke 4 tiang tersebut terdapat
36 tiang pendukung yang di sebut kambaniru.
(
4 TIANG UTAMA RUMAH)
Ruang dalam terdiri
dari :
I.
Dapur, perapian bagian inti rumah
II.
ruang pria, yang digunakan sebagai
ruang tidur, ruang makan, sebagian digunakan untuk ruang upacara, ruang
musyawarah, ruang musik, ruang senjata. Dan sebagian lagi diberi dinding ayaman
bambu untuk ruang jenazah, ruang kepala keluarga den ruang kabisu.
ruang wanita, digunakan
sebagai ruang tidur, ruang makan, ruang masak dengan dapur tambahan. Juga ruang
penyimpan makanan, kamar untuk kaum ibu dan para gadis.
1. 3.
Menara Rumah ( kawuku uma )
Menara rumah disebut juga hindi
marapu, merupakan tempat khusus para marapu (kepercayaan), arwah leluhur dan
arwah sanak keluarga yang sudah meninggal. Di atas loteng tempat menyimpan
arca-arca marapu leluhur dan alat-alat perhiasan segenap penghuni rumah serta
benda-benda warisan. Juga tempat menyimpan makanan pilihan, yaitu hasil panen
pertama yang akan dipersembahkan kepada marapu
Konon menurut kepercayan masyarakat Sumba Timut, rumah adat itu dibuatkan menara setinggi mungkin agar senantiasa melihat India –Jawa, yang menurutnya adalah tanah luluhur, asal-usul nenek moyang mereka. Diatas bubungan rumah ada dua patung, yaitu patung pria dan wanita. Yang pria menghadap utara dan yang wanita menghadap selatan. Yang wanita selalu bertanya kepada sang pria, “Anda meliha India ? Anda melihat Jawa ?”
Itulah sebabnya bilamana seorang ibu sakit bersalin, diucapkan bahasa berikut ini :
“Patanjingu katiku tenangu, patanjingu ngora njara, jaka mawelingu la Jawa angga duangu, pundaru mandahi, Malaka Tana Bara”
Yang artinya :
Arahkan perahumu pada tujuan yang pasti, luruskan kendali kudamu pada tujuan yang pasti, jika memangnya kamu berdua datang dari jawa, datang dari Malaysia/ Singapura.
Konon menurut kepercayan masyarakat Sumba Timut, rumah adat itu dibuatkan menara setinggi mungkin agar senantiasa melihat India –Jawa, yang menurutnya adalah tanah luluhur, asal-usul nenek moyang mereka. Diatas bubungan rumah ada dua patung, yaitu patung pria dan wanita. Yang pria menghadap utara dan yang wanita menghadap selatan. Yang wanita selalu bertanya kepada sang pria, “Anda meliha India ? Anda melihat Jawa ?”
Itulah sebabnya bilamana seorang ibu sakit bersalin, diucapkan bahasa berikut ini :
“Patanjingu katiku tenangu, patanjingu ngora njara, jaka mawelingu la Jawa angga duangu, pundaru mandahi, Malaka Tana Bara”
Yang artinya :
Arahkan perahumu pada tujuan yang pasti, luruskan kendali kudamu pada tujuan yang pasti, jika memangnya kamu berdua datang dari jawa, datang dari Malaysia/ Singapura.